KESADARAN SEJARAH DAN PEMAKNAANNYA :
Implikasi pendidikan sejarah bagi masyarakat
Renungan
Apakah kesadaran sejarah itu penting ?
Jawabannya sangat tergantung pada cara pandang kita
tentang manfaat dan mudharatnya. Manfaat
mudharat ini juga sangat tergantung pada batas-batas pemahaman tentang makna
sejarah. Sebagaimana akar katanya, sejarah (dari bahasa Arab) syajarah yang berarti pohon, pemaknaan
majas identifikatif yang menggambarkan pohon keluarga berpangkal, bercabang dan
beranting. Dalam bahasa arab untuk menunjuk pada istilah yang mirip dengan
sejarah dalam bahasa Indonesia dikenal kata tarikh.
Pengertian tarikh menunjuk pada makna penentuan tanggal / titi mangsa suatu
peristiwa besar dalam zharaf atau
ruang dan waktu yang jelas. Istilah lain yang sejenis adalah history (Inggris),
historia, histor, istor (Yunani) yang berarti penelitian / orang pintar.
Bangsa Arab memiliki paling tidak 2 alasan mengapa
syajarah famili ini penting, pertama pertimbangan kehormatan keluarga, seseorang
dihormati karena garis keturunannya. Kedua untuk menghindari perkawinan
keluarga yang terlalu dekat yang sangat diyakini oleh bangsa arab akan
menurunkan kualitas ketahanan fisik maupun mental dalam menghadapi tantangan
alam yang demikian keras. Tarikh yang merujuk pada pencatatan peristiwa yang
berkaitan dengan peristiwa besar dalam konteks ruang, waktu dan orang pada
zamannya. Historia merujuk pada pemaknaan atau manfaat internal dan eksternal
dari historiografi.
Dalam perkembangan peradaban saat ini, syajarah, tarikh,
maupun history tampaknya lebih bermakna bagi para peminat studi sejarah
(historian) dan bagi kajian-kajian historiografi. Masyarakat modern membangun
kebanggaannya dengan sesuatu yang baru, peristiwa-peristiwa besar bergeser
makna sebagai komoditas bisnis informasi dan sejarah (dalam pengertian
Indonesia) menjadi alat untuk membangun citra kelompok penguasa dan
kelompok-kelompok kekuasaan dalam beragam kepentingan. Bagi Indoesia, sejarah
menjadi alat pemersatu bangsa.
Bagaimana kita memandang sejarah ?
Jawabannya sangat tergantung pada kecerdasan kita
memandang kehidupan. Apakah hidup sebagai sesuatu yang linier mengalir dalam
kausalitas yang niscaya ?, atau sebagai sebuah dinamika dalam sistem yang dapat
direkayasa ?. Apakah kita berpegang pada mazhab garis nasab atau pada rekayasa
zaman yang terus berubah secara kausalitas ?. Cara pandang inilah yang akan
mewarnai kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah itulah yang kemudian akan
menjawab apakah sejarah itu penting atau tidak.
Pandangan sejarah masyarakat kita saat ini dipengaruhi
oleh dua karakter informasi yaitu
informasi yang ditulis dalam sejarah nasional. Informasi global yang
menempatkan sebuah komunitas dalam
konstruksi Republik Indonesia dan informasi sejarah lokal yang membangun
kebanggaan komunitas lokal. Keduanya masih menyimpan permasalahan yang terus
menerus diperdebatkan oleh kalangan yang memiliki kesadaran sejarah. Penulisan
sejarah Indonesia yang selalu berubah karena berbagai kepentingan dan penulisan
sejarah lokal yang dibumbui mitologi,
pengkultusan dan orientasi kelompok yang cenderung menunjukkan keagungan
nasab. Hal ini terjadi karena kepentingan keberpihakan sejarah dan keterjebakan
dalam kesulitan membersihkan peristiwa dan tokoh sejarah dari mitologi dan
kultus. Dalam kondisi demikian, sejarah menjadi tidak bermakna universal dan
melahirkan interpretasi yang menyebabkan bias dalam membangun kesadaran
sejarah.
Memaknai
Sejarah.
Pilihan makna sejarah yang dianut dalam sistem bernegara
dan bermasyarakat akan menentukan orientasi (penulisan dan pemanfaatan) sejarah
suatu masyarakat. Secara lebih mendalam pilihan orientasi ini akan berpengaruh
terhadap mentalitas suatu kelompok masyarakat. Jika sejarah dimaknai sebagai
penggambaran kehidupan kolektif masa lalu, maka pengalaman kolektif itulah yang
selanjutnya dijadikan acuan dalam menentukan identitasnya. Pengalaman kolektif
itu disosialisasikan dan ditransformasi dari generasi ke generasi dan membangun
kebanggaan kolektif disamping asal usul atau trah. Dengan pandangan ini maka
untuk melacak dan merekonstruksi bangunan budaya suatu masyarakat harus dilacak
dengan sejarah dini bahkan sampai ke mitologinya.
Dalam perkembangan peradaban, keseluruhan informasi
tentang masa lalu suatu masyarakat sangat penting dalam merancang bangun arah
pengembangan sosial dalam peradaban yang dijalaninya serta pencitraan
komunitasnya. Namun satu hal yang harus dicatat dalam pemanfaatan informasi
masa lalu adalah masih bercampur aduknya informasi faktual dengan mitos,
legenda, saga dan berbagai bentuk folklor lain yang sangat bervariasi antar
lokus. Dalam studi sejarah peradaban kedua aspek tersebut memiliki peran
tersendiri memaknai sejarah dalam sebuah komunitas budaya. Keragaman informasi
masa lalu kemudian menjadi bahan baku dalam histiografi yang melahirkan
berbagai cabang sejarah secara substansial : sejarah politik, sejarah sosial,
sejarah mentalitas, sejarah agraris, sejarah kebudayaan dan lain-lain.
Sejarah menjadi bermakna atau tidak sangat tergantung
pada kemampuan seseorang untuk merumuskan makna itu. Secara intrinsik, sejarah
merupakan salah satu metode untuk mengetahui masa lalu, sejarah sebagai ilmu,
sejarah sebagai pernyataan pendapat dan sejarah sebagai profesi. Secara
ekstrensik sejarah dapat berfungsi sebagai pendidikan moral, politik,
penalaran, keindahan, perubahan, dan pendidikan masa depan. Disamping itu
sejarah juga berfungsi sebagai latar belakang atau pendahulu historis suatu
keadaan atau peristiwa, sebagai alat pembuktian dan sebagai rujukan.
Demikian banyak fungsi, makna dan manfaat sejarah dalam
membangun peradaban dan sekaligus menata sistem ketahanan budaya manusia baik
secara individu maupun secara sosial, tetapi sangat sedikit orang yang peduli
dan memanfaatkan. Hal ini mungkin disebabkan karena penggunaan metode sejarah
dalam ilmu-ilmu sosial maupun rancang bangun sosial harus menggunakan metode
longitudinal yang cenderung kurang menarik dalam peradaban instan dan pragmatis
saat ini. Memaknai sejarah dalam kehidupan akan membantu seseorang atau suatu
komunitas untuk mengenal sejarah mentalitasnya, sejarah sosial, sejarah budaya
dan sekaligus akan dapat dijadikan pertimbangan dalam rancang bangun
peradabannya ke masa depan.
Kesadaran
Sejarah
Jika kita memandang folklor dan mitologi sebagai dongeng
atau sebagai alat gegoyonan yang menghibur, berarti kesadaran sejarah kita
sangat rendah. Demikian pula jika kita menganggap peristiwa-peristiwa sejarah
yang berkaitan dengan suatu tempat, suatu masa dan seseorang yang berujung pada
kepercayaan mistis dan kultus, juga merupakan indikator kesadaran sejarah yang
rendah. Pola kepercayaan mitis dan pandangan kultus merupakan bentuk pemaknaan
sejarah secara tradisional dan tentu saja akan mengungkung masyarakat dalam
stagnasi peradaban dalam arus deras modernitas. Munculnya pola kepercayaan dan
cara pandang mitis dan kultus disebabkan karena kurangnya informasi dan
referensi yang berkaitan dengan aspek-aspek historiografis seperti ruang,
waktu, proses interaksi, konteks, tokoh dan lain-lain.
Kesadaran sejarah juga tidak diwakili dengan penguasaan
tentang informasi-informasi masa lalu, atau penguasaan tentang peran
tokoh-tokoh dalam peristiwa itu, tetapi kesadaran sejarah adalah kesadaran
tentang proses dinamis masyarakat dalam dialektika ruang dan waktu yang terus
berubah. Kesadaran sejarah yang demikian melahirkan pandangan kritis terhadap
penisbian terhadap suatu kejadian dan tokoh masa lalu, dan membuka ruang
diskusi untuk mempermasalahkan, melengkapi, meluruskan bahkan menolaknya
sebagai suatu peristiwa sejarah.
Hanya dengan pandangan yang demikian sejarah dapat
menjadi sumber pelajaran berharga bagi masyarakat. Kemampuan melihat hubungan
dinamis antara kejadian-kejadian atau tokoh-tokoh masa lalu dalam dimensi ruang
dan waktu (dengan metodologi tertentu) akan melahirkan suatu kerangka acuan
yang absah untuk mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan aktual saat
ini dan menghadapi masa depan. Para sejarawan mengasumsikan adanya hukum
sejarah yang tetap dan tidak berubah jika faktor-faktor pembentuknya sama.
Dengan kata lain, historiografi mengisyaratkan adanya gejala generalisasi dalam
penarikan pelajaran. Tentu saja kondisi ini juga membutuhkan kritik materi dan
kritik konteks yang lebih mendasar.
Menarik pelajaran dan hikmah dari kesadaran sejarah kalau
merujuk pada konsep tarikh, yaitu suatu peristiwa yang terikat oleh zharaf
(ruang dan waktu) menjadi sesuatu yang mengandung kenisbian yang bersifat
idiomatik. Dengan demikian semakin jelas kita membedakan seorang nara sumber
sejarah yang memahami seluk-beluk peristiwa sejarah dengan seorang yang
memiliki kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah inilah yang menjadikan sejarah
bermakna bagi masyarakat. Sejarah menjadi tidak tertelan zaman dan melahirkan
mitos-kitis dan pengkultusan.
Mendidik
Kesadaran Sejarah
Jika kita dihadapkan pada pertanyaan sederhana ”siapakah
dirimu”, maka kita tidak bisa menjawab secara serta merta seperti jika ditanya
di mana rumahmu. Pertanyaan itu bisa menjadi multi interpretasi dan membutuhkan
penjelasan yang sangat panjang tentang masa lalu yang berkaitan dengan banyak
aspek. Jawaban terhadap pertanyaan itu bisa memiliki konteks individu,
keluarga, budaya dan bangsa yang masing masing memiliki keterkaitan dengan masa
lalu. Ketika kita mulai mengabaikan masa
lalu pada saat itu kita akan mulai kehilangan jejak yang akan digunakan untuk
merekonstruksi ”jati diri” kita.
Mendidik kesadaran sejarah tidak saja berkaitan dengan
upaya mentransfer informasi tentang masa lalu keluarga atau trah, masa lalu
sebuah budaya atau perjalanan kebangsaan, tetapi lebih pada bagaimana seseorang
memposisikan diri dalam mata rantai generasi dalam proses budaya. Posisi yang
dimaksud dalam hal ini adalah peran dan fungsi seseorang atau suatu komunitas
dalam proses sejarah menuju budaya yang bermartabat dengan segala aspeknya. Dalam
konteks ini seseorang atau suatu generasi membutuhkan informasi tentang masa
lalu yang jujur, transparan, dan disampaikan dengan kearifan.
Sejarah Nasional yang saat ini mulai berani
diperdebatkan, harus diterima sebagai suatu kenyataan yang diakui kebenarannya
pada zamannya, dan bermanfaat untuk mendukung suatu kepentingan pada zamannya.
Sikap kritis terhadap penulisan sejarah saat ini disebabkan karena semakin
banyaknya informasi pendukung yang dapat dijadikan bahan diskusi dan kritik intrinsik
sejarah. Permasalahannya adalah siapa yang akan berfungsi arbitrase dalam
kritalisasi sejarah menjadi sejarah yang jernih sebagai tempat bercermin.
Perekayasaan dan manipulasi alur sejarah akan melahirkan
generasi dan kebudayaan yang ahistoris dan pada saatnya akan tersesat karena
tidak mampu lagi menemukan salah satu mata rantai ke akar yang menghidupinya. Kondisi
seperti ini tidak saja terjadi pada penulisan sejarah nasional, tetapi juga
pada sejarah lokal. Dalam proses penyadaran sejarah, proses kesejarahan disajikan
secara lengkap, dengan sistem periodisasi yang mempertimbangkan berbagai aspek
secara komprehensif.
Dengan pola pemikiran historiografis tersebut, maka
pendidikan kesadaran sejarah merupakan proses transformasi kesejarahan yang
diaktualisasikan dalam proses pemikiran kritis yang konstruktif. Dalam
aktualisasinya, ada beberapa pertimbangan strategis yang perlu mendapat perhatian
antara lain :
1. Tidak menempatkan sejarah sebagai nostalgia atau
romantisme masa lalu atau pelarian dari tekanan realisme yang penuh masalah.
2. Memahami sejarah sebagai kerangka perjalanan kausalitas
antara masa lalu masa kini dan masa depan.
3. Sejarah harus dipandang sebagai realitas yang terus
menerus bergerak dan tidak berujung pada harapan-harapan yang a historis,
seperti ratu adil dan sejenisnya.
4. Sejarah harus disajikan sebagai materi penyadaran dengan
obyektif dan tanpa ada kepentingan selain untuk keberlangsungan proses sejarah
secara normal.
5. Informasi sejarah harus rasional, memenuhi standar
historiografi yang membebaskan subyeknya dari mitos dan kultus. Dengan kata
lain, peninggalan dan bukti sejarah yang disajikan harus memenuhi persyaratan
kritik intrinsik maupun ekstrinsik.
Dalam rangka transformasi kesejarahan dan membangun
kesadaran sejarah, maka pendidikan sejarah harus dilaksanakan dengan
menggunakan berbagai pendekatan dan media. Untuk itu memang harus melakukan
perekayasaan sistem secara komprehensif karena ruang lingkup sejarah yang
sangat luas dan kompleks. Pendidikan kesadaran sejarah tidak bisa terlepas dari
sistem dokumentasi yang kuat dan kemampuan menggunakan dokumen dan bukti-bukti
sejarah (ideofact, sociofact, artefact, dll) dengan cermat. Mungkin disinilah
letak kelamahan kita, karena kita tidak memiliki sumberdaya manusia yang
relevan seperti sejarawan, arkeolog, filolog, dan sejenisnya.
Kondisi pendidikan kesadaran sejarah saat ini yang paling
mungkin dilakukan melalui institusi pendidikan, wisata sejarah, museum dan
kearsipan. Untuk itu perlu dilakukan beberapa pembenahan penting seperti :
1. Penulisan Sejarah Lokal dengan obyektif dan menggunakan
metodologi serta pendekatan historiografi,
2. Perekayasaan kurikulum sejarah yang mengutamakan
kesadaran sejarah, bukan pada transfer informasi kesejarahan.
3. Penataan dan pemeliharaan warisan budaya (situs dan benda
cagar budaya) sebagai bukti sejarah dengan deskripsi yang rasional dan faktual.
4. Peningkatan sumberdaya manusia tenaga kearsipan baik
dalam bidang profesionalitas dan penguasaan substansi dan metode kesejarahan.
5. Pembinaan guru sejarah, sumberdaya manusia yang bekerja
pada bidang kesejarahan serta masyarakat sejarawan sebagai mitra dan jejaring
kerja dalam pembinaan kesadaran sejarah masyarakat.
Pada akhirnya, kesadaran sejarah sangat dibutuhkan dalam
rangka membangun bangsa yang maju, memiliki jati diri yang bermartabat. Dengan
kesadaran sejarah ini masyarakat dapat mencatat akumulasi pengalaman sejarahnya
masing-masing untuk membangun kebudayaan dan peradaban. Uupaya ini dalam
kondisi masyarakat Indonesia dan NTB pada khususnya masih sangat memerlukan
dukungan dari kebijakan pemerintah sebagai patron.
Semoga.
(H.L.Agus Fathurrahman)
0 komentar:
Posting Komentar