MAKNA KEMERDEKAAN
Kemerdekaan merupakan salah satu rahmat dan berkah
dari Allah Swt., bagi hambaNya. Kemerdekaan ini merupakan hak yang paling dasar yang melekat pada
kemanusiaan. Sejak seseorang dilahirkan, disamping kemuliaan dasar sebagai
manusia, hak dasar kemerdekaan itu telah melekat pada dirinya. Kemuliaan
kemanusiaan yang sudah ditetapkan oleh Allah, sebagaimana firman Allah dalam
surat Al-Fajr ayat 15 :
”Adapun
manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya
kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku".
Permasalahannya adalah, kemampuan manusia untuk
bersyukur yang sangat lemah sehingga kemuliaan yang telah menjadi hak dasar
bahkan potensi dasar itu seringkali diabaikan, bahkan dinistakan dengan perbuatan-perbuatan
yang sia-sia. Inilah yang kemudiaan menjadi salah satu penyebab manusia
membangun ketergantungan-ketergantungan kepada sesuatu selain Allah.
Merdeka berarti tidak tidak terikat dan mengikatkan
diri pada apapun dan siapapun. Merdeka melakukan sesuatu dengan kesadaran diri
yang tinggi, kesadaran sebagai hamba Alah dengan segala kemuliaan yang harus
dipelihara. Merdeka dari segala perintah dan larangan selain apa yang
diperintahkan dan dilarang oleh Allah Swt. Kemuliaan dan Kemerdekaan merupakan
dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Jika seseorang atau suatu kaum
tidak mampu mampu mempertahankan kemuliaannya, dan memperpercayakan harga
dirinya kepada sesuatu di luar dirinya. Kemuliaan kemanusiaan diatasi oleh
benda-benda dan gaya hidup yang sebenarnya di hadapan Allah sangat nista.
Firman Allah Swt dalam surat Al Hujurat 13 : ”Inna akramakum indallahi atqakum” – sesungguhnya yang paling mulia
diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling taqwa”, menunjukkan bekal
kemuliaan itu adalah ketaqwaan yang sama sekali jauh dari hal-hal yang bersifat
material.
Kemerdekaan sebagai hamba Allah Swt, jika
dijalankan dengan ketentuan dan kaidah yang telah digariskan dalam Al-Qur’an
dan Hadits, akan menyebabkan garis dan hukum lain tak akan berguna lagi. Inilah
makna taqwa dalam konteks sosial kemasyarakatan. Pemahaman dan sikap merdeka
yang demikianlah yang harus dibangun sebagai bentuk perwujudan ungkapan rasa
syukur bangsa ini yang telah dianugrahi kemerdekaan sebagai bangsa dalam sistem
negara yang berdaulat. Dalam konteks kemerdekaan ini, Allah berfirman dalam
surat Al – Maidah ayat 20 :
Dan ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai
kaumku, ingatlah ni'mat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi nabi
diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya
kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara
umat-umat yang lain".
Kemerdekaan suatu bangsa atau kedaulatan suatu
negara pada dasarnya merupakan hasil perjuangan bangsa yang diridhai serta diikuti
dengan rahmat Allah Swt yang sangat menghargai upaya ummatNya untuk menegakkan
kebenaran. Hal inilah yang dicerminkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945
dengan kalimat ” Berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh
keinginan luhur untuk berkehidupan yang bebas maka dengan ini bangsa Indonesia
menyatakan kemerdekaannya.
Kemerdekaan bangsa Indonesia secara politik dari penjajahan bangsa luar
telah diperjuangkan selama berabad-abad, mengorbankan tak terhitung harta
benda, darah dan nyawa. Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa ditegakkan dengan
dinamika sejarah yang juga mengorbankan banyak hal bagi bangsa Indonesia.
Masalahnya sekarang, kemerdekaan yang sangat mahal ini dirasakan sebagai hal
yang biasa-biasa saja, karena nilai kejuangan yang tidak ditanamkan dengan
benar. Generasi muda saat ini semakin tidak mengenal sejarah perjuangan
bangsanya, semakin tipis nilai kecintaan terhadap tanah air – hubbul wathaniah,
dan ini merupakan salah satu bentuk sikap menipisnya rasa syukur terhadap nikmat
Allah Swt. Dalam hal ini
Allah Swt mengingatkan dengan firmanNya dalam surat An-Nahl 112 :
Dan Allah telah membuat
suatu perumpamaan sebuah negeri yang
dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari
segenap tempat, tetapi nya mengingkari ni'mat-ni'mat Allah; karena itu Allah
merasakan kepada mereka pakaian
kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.
Keadaan seperti inilah yang saat ini terjadi pada
bangsa Indonesia. Dalam alam kemerdekaan masyarakat masih merasakan kelaparan
dan ketakutan. Masih banyak masyarakat yang miskin dan lapar diantara
orang-orang yang melimpah kemewahan. Masih banyak pemimpin yang menciptakan
ketakutan-ketakutan bagi bangsanya untuk menguatkan diri dan mengukuhkan kekuasaannya.
Kesejukan persaudaraan kebangsaan perlahan-perlahan sirna dan panasnya
persaingan perebutan kekuasaan, perebutan rezeki dan perebutan berbagai bentuk
permainan dan kesenangan duniawi.
Dalam kondisi kebangsaan seperti saat ini, akan
mengantarkan kehancuran Indonesia sebagai bangsa maupun sebagai negara. Sebagai
bangsa yang besar Indonesia dengan kondisi saat ini akan dikotak-kotakkan
dengan kepentingan etnik, agama, dan akan muncul kelompok-kelompok kepentingan
yang ingin menghancurkan Indonesia. Sebagai negara yang besar, Indonesia secara
perlahan-lahan dibatasi kedaulatannya melalui politik ekonomi dunia yang
menciptakan ketergantungan pada bangsa-bangsa imperialis dan kapitalis.
Kenyataan lain yang sangat tampak menyebabkan
negeri ini menjadi negeri lapar dan menakutkan adalah tak adanya tali kasih
sayang antara pemimpin dengan yang dipimpin, maupun diantara sesama pemimpin.
Sesama para pemimpin saling intip dan saling gunjing, Rakyat dan pemimpin tak
saling percaya, dan akhirnya antar sesama rakyatpun tak ada yang bisa
bersambung rasa.
Untuk itu (dalam rangka memperingati hari
kemerdekaan yang 63 ) marilah kita bersama-sama mengoreksi cara pandang yang
kita gunakan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
1.
Hidup
menjadi suatu bangsa adalah karunia Allah Swt yang tidak ada satupun orang bisa
mengelaknya. Untuk itu harus dibangun kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.
Kebanggaan sebagai bangsa merupakan amanah dari Allah Swt. Sebagaimana
firmannya : Kullu hizbin bimaa ladaihim
farihuun – Setiap golongan atau bangsa harus bangga dengan apa yang
dimilikinya.
2. Memandang bangsa lain harus dengan
kacamata kebanggaan pada bangsa sendiri, saling menghargai dengan tidak harus
membanggakan atau menghinakan satu sama lain. Pada dasarnya kemajemukan bangsa
dan golongan merupakan rahmat dan ketentuan Allah untuk saling mengenal dan
saling menghargai.
3. Hidup bernegara merupakan wilayah hukum
dan memberikan perlindungan secara hukum terhadap intervensi negara lain dalam
kehidupan masyarakat bangsa Indonesia. Kualitas hidup dalam bernegara sangat
tergantung pada kualitas masyarakat bangsa dalam menghayati kebangsaannya. Salah satu prasyarat untuk itu adalah
munculnya pemimpin yang amanah.
4. Kesadaran kebangsaan serta kecintaan
kepada tanah air dan negara harus dibuktikan dengan upaya untuk menjadikan
setiap diri masyarakat bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat sehingga
disegani oleh bangsa dan negara lain. Bermartabat secara intelektual, mental,
moral dan daya saingnya dalam membangun kesejahteraan bersama.
5. Memandang kehidupan yang harmonis hanya
bisa dibangun dalam kondisi masyarakat majemuk, dengan saling mengenal, saling
mengerti dan saling membutuhkan. Demikianlah konsep masyarakat madani yang
dicontohkan oleh Rasulullah Saw yang sangat jelas pada masyarakat Madinah.
Kehidupan yang madani yang dicerminkan dengan sikap egaliter dan saling
menghargai perbedaan dan taat pada tatanan yang disepakati bersama, selanjutnya
membuka keterkungkungan masyarakat ini
menjadi lebih tercerahkan. ”Madiinatul Munawwarah” – Kota yang tercerhkan.
Inilah konsep kota dan masyarakat yang kita dambakan melalui kebesaran sejarah
dan bangsa Indonesia.
Untuk dapat mewujudkan pola kehidupan berbangsa dan bernegara yang
demikian, tidak bisa tidak harus dengan dilandasi dengan sikap dasar yang
diyakini bersama yaitu taqwa.
Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.
Semoga kita senantiasa menjadi manusia merdeka dalam negara dan bangsa yang
merdeka serta bermartabat di hadapan bangsa dan negara di dunia maupun di
hadapan Allah Awt.
(H.Lalu Agus Fathurrahman)