Pages

Kamis, 30 Agustus 2012

Tujuh Belas Agustus-an
Warga Asah Makna

Keluarga besar Persaudaraan Asah Makna kembali melaksanakan lingkaran silaturrahim di penghujung Ramadhan sembari memperingati hari bersyukur 17 Agustus yang disamping punya makna bagi Republik Indonesia, juga merupakan hari ulang tahun salah satu warga Asah Makna. Kali ini acara ditandai dengan penyerahan Terjemahan Bahasa Sasak Juz Amma yang merupakan karya H. Lalu Agus Fathurrahman.





Selasa, 14 Agustus 2012

RENUNGAN


MAKNA KEMERDEKAAN

Kemerdekaan merupakan salah satu rahmat dan berkah dari Allah Swt., bagi hambaNya. Kemerdekaan ini merupakan hak yang paling dasar yang melekat pada kemanusiaan. Sejak seseorang dilahirkan, disamping kemuliaan dasar sebagai manusia, hak dasar kemerdekaan itu telah melekat pada dirinya. Kemuliaan kemanusiaan yang sudah ditetapkan oleh Allah, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Fajr ayat 15 :
”Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku".
Permasalahannya adalah, kemampuan manusia untuk bersyukur yang sangat lemah sehingga kemuliaan yang telah menjadi hak dasar bahkan potensi dasar itu seringkali diabaikan, bahkan dinistakan dengan perbuatan-perbuatan yang sia-sia. Inilah yang kemudiaan menjadi salah satu penyebab manusia membangun ketergantungan-ketergantungan kepada sesuatu selain Allah.
Merdeka berarti tidak tidak terikat dan mengikatkan diri pada apapun dan siapapun. Merdeka melakukan sesuatu dengan kesadaran diri yang tinggi, kesadaran sebagai hamba Alah dengan segala kemuliaan yang harus dipelihara. Merdeka dari segala perintah dan larangan selain apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah Swt. Kemuliaan dan Kemerdekaan merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Jika seseorang atau suatu kaum tidak mampu mampu mempertahankan kemuliaannya, dan memperpercayakan harga dirinya kepada sesuatu di luar dirinya. Kemuliaan kemanusiaan diatasi oleh benda-benda dan gaya hidup yang sebenarnya di hadapan Allah sangat nista. Firman Allah Swt dalam surat Al Hujurat 13 : ”Inna akramakum indallahi atqakum” – sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling taqwa”, menunjukkan bekal kemuliaan itu adalah ketaqwaan yang sama sekali jauh dari hal-hal yang bersifat material.
Kemerdekaan sebagai hamba Allah Swt, jika dijalankan dengan ketentuan dan kaidah yang telah digariskan dalam Al-Qur’an dan Hadits, akan menyebabkan garis dan hukum lain tak akan berguna lagi. Inilah makna taqwa dalam konteks sosial kemasyarakatan. Pemahaman dan sikap merdeka yang demikianlah yang harus dibangun sebagai bentuk perwujudan ungkapan rasa syukur bangsa ini yang telah dianugrahi kemerdekaan sebagai bangsa dalam sistem negara yang berdaulat. Dalam konteks kemerdekaan ini, Allah berfirman dalam surat Al – Maidah ayat 20 :
Dan  ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah ni'mat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain".
Kemerdekaan suatu bangsa atau kedaulatan suatu negara pada dasarnya merupakan hasil perjuangan bangsa yang diridhai serta diikuti dengan rahmat Allah Swt yang sangat menghargai upaya ummatNya untuk menegakkan kebenaran. Hal inilah yang dicerminkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dengan kalimat ” Berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur untuk berkehidupan yang bebas maka dengan ini bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Kemerdekaan bangsa Indonesia secara politik dari penjajahan bangsa luar telah diperjuangkan selama berabad-abad, mengorbankan tak terhitung harta benda, darah dan nyawa. Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa ditegakkan dengan dinamika sejarah yang juga mengorbankan banyak hal bagi bangsa Indonesia. Masalahnya sekarang, kemerdekaan yang sangat mahal ini dirasakan sebagai hal yang biasa-biasa saja, karena nilai kejuangan yang tidak ditanamkan dengan benar. Generasi muda saat ini semakin tidak mengenal sejarah perjuangan bangsanya, semakin tipis nilai kecintaan terhadap tanah air – hubbul wathaniah, dan ini merupakan salah satu bentuk sikap menipisnya rasa syukur terhadap nikmat Allah Swt. Dalam hal ini Allah Swt mengingatkan dengan firmanNya dalam surat An-Nahl 112 :

Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan  sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi nya mengingkari ni'mat-ni'mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian  kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.

Keadaan seperti inilah yang saat ini terjadi pada bangsa Indonesia. Dalam alam kemerdekaan masyarakat masih merasakan kelaparan dan ketakutan. Masih banyak masyarakat yang miskin dan lapar diantara orang-orang yang melimpah kemewahan. Masih banyak pemimpin yang menciptakan ketakutan-ketakutan bagi bangsanya untuk menguatkan diri dan mengukuhkan kekuasaannya. Kesejukan persaudaraan kebangsaan perlahan-perlahan sirna dan panasnya persaingan perebutan kekuasaan, perebutan rezeki dan perebutan berbagai bentuk permainan dan kesenangan duniawi.
Dalam kondisi kebangsaan seperti saat ini, akan mengantarkan kehancuran Indonesia sebagai bangsa maupun sebagai negara. Sebagai bangsa yang besar Indonesia dengan kondisi saat ini akan dikotak-kotakkan dengan kepentingan etnik, agama, dan akan muncul kelompok-kelompok kepentingan yang ingin menghancurkan Indonesia. Sebagai negara yang besar, Indonesia secara perlahan-lahan dibatasi kedaulatannya melalui politik ekonomi dunia yang menciptakan ketergantungan pada bangsa-bangsa imperialis dan kapitalis.
Kenyataan lain yang sangat tampak menyebabkan negeri ini menjadi negeri lapar dan menakutkan adalah tak adanya tali kasih sayang antara pemimpin dengan yang dipimpin, maupun diantara sesama pemimpin. Sesama para pemimpin saling intip dan saling gunjing, Rakyat dan pemimpin tak saling percaya, dan akhirnya antar sesama rakyatpun tak ada yang bisa bersambung rasa.
Untuk itu (dalam rangka memperingati hari kemerdekaan yang 63 ) marilah kita bersama-sama mengoreksi cara pandang yang kita gunakan dalam hidup berbangsa dan bernegara.

1.      Hidup menjadi suatu bangsa adalah karunia Allah Swt yang tidak ada satupun orang bisa mengelaknya. Untuk itu harus dibangun kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Kebanggaan sebagai bangsa merupakan amanah dari Allah Swt. Sebagaimana firmannya : Kullu hizbin bimaa ladaihim farihuun – Setiap golongan atau bangsa harus bangga dengan apa yang dimilikinya.
2.      Memandang bangsa lain harus dengan kacamata kebanggaan pada bangsa sendiri, saling menghargai dengan tidak harus membanggakan atau menghinakan satu sama lain. Pada dasarnya kemajemukan bangsa dan golongan merupakan rahmat dan ketentuan Allah untuk saling mengenal dan saling menghargai.
3.      Hidup bernegara merupakan wilayah hukum dan memberikan perlindungan secara hukum terhadap intervensi negara lain dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia. Kualitas hidup dalam bernegara sangat tergantung pada kualitas masyarakat bangsa dalam menghayati kebangsaannya.  Salah satu prasyarat untuk itu adalah munculnya pemimpin yang amanah.
4.      Kesadaran kebangsaan serta kecintaan kepada tanah air dan negara harus dibuktikan dengan upaya untuk menjadikan setiap diri masyarakat bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat sehingga disegani oleh bangsa dan negara lain. Bermartabat secara intelektual, mental, moral dan daya saingnya dalam membangun kesejahteraan bersama.
5.      Memandang kehidupan yang harmonis hanya bisa dibangun dalam kondisi masyarakat majemuk, dengan saling mengenal, saling mengerti dan saling membutuhkan. Demikianlah konsep masyarakat madani yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw yang sangat jelas pada masyarakat Madinah. Kehidupan yang madani yang dicerminkan dengan sikap egaliter dan saling menghargai perbedaan dan taat pada tatanan yang disepakati bersama, selanjutnya membuka keterkungkungan masyarakat  ini menjadi lebih tercerahkan. ”Madiinatul Munawwarah” – Kota yang tercerhkan. Inilah konsep kota dan masyarakat yang kita dambakan melalui kebesaran sejarah dan bangsa Indonesia.

Untuk dapat mewujudkan pola kehidupan berbangsa dan bernegara yang demikian, tidak bisa tidak harus dengan dilandasi dengan sikap dasar yang diyakini bersama yaitu taqwa.
 
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan  itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Semoga kita senantiasa menjadi manusia merdeka dalam negara dan bangsa yang merdeka serta bermartabat di hadapan bangsa dan negara di dunia maupun di hadapan Allah Awt.

(H.Lalu Agus Fathurrahman)