Pages

Minggu, 18 November 2012

RENUNGAN


ISTIGFAR DAN ISTIQAMAH

Salah satu wujud Rahman dan Rahim Allah untuk makhlukNya yang berakal adalah disediakannya waktu tertentu yang dimuliakan oleh Allah Swt. Waktu-waktu yang diistimewakan ini berisi berbagai fadhilah dan karunia bagi hambaNya yang mau memanfaatkannya dengan baik untuk kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Dalam 12 bulan perjalanan satu tahun, Allah menetapkan 4 bulan yang disebut sebagai syahrul haram sebagaimana firmannya dalam surat at-Taubah ayat 36 :


Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram[640]. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri[641] kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan Ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.

Empat bulan yang ditetapkan oleh Allah sebagai syarul haram itu, selanjutnya disebutkan oleh Rasulullah Saw dalam sabda Beliau yang artinya :


"Sesungguhnya zaman telah berputar seperti pada hari penciptaan langit dan bumi, setahun terdapat dua belas bulan dan empat di antaranya adalah bulan haram dan tiga diantaranya berturut-turut, yaitu dzul qa'dah, dzul hijjah, muharram dan rajab mudhar yang berada di antara jumadil awal, jumadil akhir dan sya'ban" (HR. Bukhari dan Muslim)

Surat At-Taubah Ayat 36 ini mengisyaratkan kita untuk lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupan pada 4 bulan yang telah ditetapkan Allah sebagai bulan haram dengan perintahNya Fala yuzlimu fiihinna anfusakum - janganlah kamu menganiaya diri. Kata menganiaya diri atau menzalimi diri mengandung makna yang sangat luas tetapi jika dikembalikan kepada Iman Islam menjadi sangat sederhana yaitu menjauhkan diri dari segala sesuatu yang dilarang Allah Swt dan melaksanakan apa yang diperintahkanNya.

Bulan haram adalah bulan yang memiliki kedudukan mulia disisi Allah Swt termasuk bulan rajab di dalamnya. Bulan yang memiliki kehormatan tersendiri yang harus dipelihara sebagai bagian dari wujud keimanan. Cara memelihara kehormatan bulan rajab ini adalah dengan tidak menodai kesuciannya dan mengisinya dengan memperbanyak amal shaleh. Kedudukannya sebagai syarul haram, menyebabkan pada bulan rajab ini perbuatan baik dilipat gandakan pahalanya dan perbuatan masyiat dilipat gandakan pula dosanya. Didalam surat Al- Maidah ayat 2 Allah Swt kembali menegaskan laranganNya untuk tidak menodai syahrul haram :


"Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan janganlah melanggar kehormatan bulan-bulan haram" (Al-Maidah 2)

Karena kedudukannya yang khusus itu maka hendaklah dijaga kesucian bulan-bulan haram dengan menjauhi maksiat, sebab kadar dosa dan maksiat akan diperbesar karena pemuliaan Allah atas bulan-bulan tersebut. Karena itulah Allah telah secara khusus memperingatkan kita di ayat yang lalu agar jangan menzalimi diri di bulan-bulan itu padahal secara umum perbuatan tersebut diharamkan pada setiap waktu.

Memaknai firman Allah Swt dan sabda Rasulullah Saw tentang bulan-bulan haram yang termasuk di dalamnya bulan Rajab dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan mengikuti sunnah Rasulullah Saw antara lain sebagai berikut :

1.      Berdoa dengan doa Rasulullah Saw saat memasuki bulan Rajab dengan doa :
 "Ya Allah berkahilah kami di bulan rajab dan sya'ban dan sampaikanlah (umur) kami hingga ramadhan".

Hadis ini menyiratkan kepada kita hubungan antara bulan rajab, sa’ban dan ramadhan. Dalam beberapa kitab dari para Ulama menyebutkan bahwa bulan rajab ini sebagai bulan persiapan untuk memasuki bulan Ramadhan. Bulan untuk mensucikan diri sebelum sampai pada bulan pensucian paripurna memasuki bulan syawal. Bulan Rajab adalah bulan pensucian fisik dan amaliah, terbebas dari najis dan segala sesuatu yang haram, terbebas dari segala perbuatan ma’siat. Bulan Sya’ban sebagai bulan pensucian rohani dan ramadhan sebagai pensucian paripurna. Berkah dari amaliyah kita secara jasmani dan rohani pada bulan rajab dan sya’ban merupakan modal memasuki ramadhan bulan penuh rahmat, ampunan, dan pembebasan dari neraka.

2.      Memperbanyak istigfar kepada Allah Swt, bertaubat dari semua dosa dan memeliharanya secara terus menerus hingga memasuki ramadhan. Dalam sebuah hadis dari Anas bin Malik Rasulullah Saw bersabda :
Bulan yang paling dipilih oleh Allah SWT adalah bulan Rajab, dia adalah bulan Allah SWT, barang siapa mengagungkan bulan ini maka telah mengagungkan perkara Allah SWT, dan barang siapa yang mengagungkan perkara Allah SWT maka akan dimasukkan di Surga Na’im, dan diwajibkan untuk diberikan ridho Allah SWT yang paling besar, dan bulan Sya’ban adalah bulan bulanku(bulan Rasulullah), barang siapa mengagungkan bulan ini maka telah menggungkan perkaraku, dan barang siapa mengagungkan perkaraku maka aku adalah sebagai pahala baginya dan juga sebagai simpanan pahala di hari kiyamat nanti, sedangkan bulan Ramadhan adalah bulan umatku, barang siapa yang mengagungkan bulan Ramadhan serta mengagungkan kehormatanya dan tidak menghinanya sehingga berpuasa pada siang harinya serta mendirikan  malamnya, dan menjaga perbuatanya  maka akan keluar dari bulan ini dalam keada’an tanpa membawa dosa yang diminta oleh Allah SWT “.
Dalam konteks hadits ini para Ulama juga menyebutkan bahwa bulan rajab adalah bulan istigfar, bulan sa’ban adalah bulan shalawat dan bulan ramadhan adalah bulan Al-Qur’an.
3.      Menghindari niat, perkataan dan perbuatan ma’siat dan memperbanyak amal shaleh yang membuktikan kebenaran iman.
Meninggalkan perbuatan yang dilarang dan diharamkan seperti menzalimi diri sendiri, serta memperbanyak ketaatan pada Allah dan memperbanyak perbuatan baik. Bertobat nasuha dan kembali pada Allah SWT serta mempersiapkan diri memasuki bulan ramadhan agar termasuk para pemenang di bulan tersebut dan memperoleh lailatul qadar. Persiapan dilakukan dengan cara melatih hati dan jasmani dengan ibadah dan ketaatan dan merendahkan diri di hadapan Allah serta melaksanakan segala perintahNya.
Dalam hal ini, hendaknya kita bercermin pada keberadaan diri kita sebagai makhluk Allah yang tak berdaya dan sungguh hanya dengan bantuan dan pertolongan Allah SWT lah kita dapat melakukan sesuatu kebaikan. Untuk itu marilah kita terus mendekatkan diri kepada Nya dengan menegakkan sikap memujiNya sebagai modal utama. Bertasbih kepada Allah yang telah menciptakan kita dengan segala lingkungan kehidupan yang kita butuhkan Insya Allah akan membuka jalan-jalan kebaikan lainnya. Rasulullah Saw bersabda :
“Subhanallahi walhamdulillahi wallahu akbar tugratsu laka bikulli wahidatin syajaratan fil jannah” – Membaca setiap satu ucapan Subhanallah walhamdulillah wallhu akbar sama dengan mananam satu pohon di surga.

Semoga kita senantiasa mendapatkan Taufiq Allah Swt yang akan menjauhkan kita dari perbuatan ma’siat dan membuka pintu kebaikan yang akan mengantar kita dari satu kebaikan ke kebaikan yang lain. Amin.

Sabtu, 17 November 2012

ALABUM

BATUA 2012

Gunung Batua salah satu gugusan pegunungan kaki Rinjani memiliki catatan tersendiri bagi sejarah Sasak. Hal ini bisa dibaca dengan berbagai metodologi dan memiliki relevansi yang cukup potensial untuk di kaji. Gunung ini berada di wilayah Sembalun dan pendakian untuk mencapai puncaknya yang cukup tinggi (?meter dpl belum diukur) membutuhkan waktu tempuh sekitar 4 jam. Di puncaknya tersisa tapak masjid kuno, tapak perumahan dan makam kuno. Tapak masjid ini menurut Lokaq Medas, pewaris / penggisi situs Batua ini adalah asal muasal Masjid Adat Bayan. Menurut kepercayaan masyarakat pendukung Batua, di tempat inilah bermukim Pengulu Alim ayah dari Ta Doyan Nade. Tokoh yang terakhir ini konon mengembara terus ke daerah selatan setelah membangunkan kerajaan bagi kedua saudara angkatnya Sigar Penjalin dan Tameng Muter. Ta Doyan Nade kemudian menjadi Pengulu di Jerowaru, hal ini menyebabkan Tuan Guru Mutawalli memiliki keterikatan tersendiri dengan Batua dan Beliau meninggal di sana.
Tim Persaudaraan Asah Makna bulan haji tahun ini melakukan pendakian ke dua kalinya bersama masyarakat Dusun Biloq. Alhamdulillah .......berkah.









KRONIK

RITUAL SEMBEQ BURAQ
PELANTIKAN PENGURUS ASOSIASI TRADISI LISAN

Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Pusat Prof.DR. Prudentia,MPSS,MA., tanggal 28 Oktober 2012 melantik Pengurus Asosiasi Tradisi Lisan NTB yang diketuai oleh DR.H.Sudirman, M.Pd. Upacara yang berlangsung di Museum Negeri Nusa Tenggara Barat ini dikemas dalam bentuk ritual Sembeq Buraq, yang diangkat dari tradisi Sentulak masyarakat Dusun Biloq - Sembalun. Acara Sentulak Sembeq Buraq dalam rangka Pelantikan ini dipimpin oleh salah satu lokaq Dusun Biloq H.L.Agus Fathurrahman, atas izin Lokaq Dusun Biloq Amaq Darmawan. Penyembeq dilakukan oleh H.M.Irfan Jauhari yang juga bagian dari komunitas Dusun Biloq. Keseluruhan acara pelantikan ini dilaksanakan dengan kerjasama antara ATL, Komunitas Pengemban Adat Sasak (Pembasaq), Inclusive Museum Community, Persaudaaraan Asah Makna dan Sahabat Dusun Biloq.










Kamis, 18 Oktober 2012

KRONIK

PEMUGARAN MASJID ADAT PUJUT

Salah satu masjid adat yang masih dipelihara oleh masyarakat pendukungnya adalah masjid adat Gunung Pujut yang terletak di puncak gunung Pujut - Desa Sengkol - Kecamatan Pujut Lombok Tengah. Masjid ini masih difungsikan oleh masyarakat pendukung yaitu masyarakat adat Pujut yang tersebar di seluruh kawasan Pulau Lombok dan bahkan seluruh Indonesia. Seorang warga Pujut di manapun berada memiliki keterikatan emosional dengan masjid Gunung Pujut ini dengan berbagai latar. Paer Pujut tidak hanya dilihat sebagai entitas geografis, tetapi merupakan entitas kosmologis yang mengikat seluruh warganya secara spiritual. Tanaq Pujut adalah "eleq takaq" bagi semua warga pujut yang bermakna asal idiologis yang disimbolkan dengan "taoq takaq" dan "tauq takaq". Taoq takaq berarti asal muasal dan tauq takaq berarti menempati asal muasal. Secara semiotik ungkapan ini berarti seorang Pujut harus kenal diri, asal muasal dan tujuan kembali dengan duduk pada keteguhan ilmu Pujut.

Rabu 17 Oktober 2012 lalu masyarakat Pujut dari berbagai desa se Pulau Lombok berdatangan ke puncak gunung pujut dalam rangka Rehabiltasi Masjid Adat Gunung Pujut. Kegiatan ini dimotori oleh masyarakat Lingkar Gunung Pujut yang terdiri dari beberapa Baloq da kali ini Ns.Badrun Nadianto, M.Pd. dari Baloq Senggel Jepun. Tampak hadir dalam acara tersebut antara lain Ir. Lalu Rahmat SK dan Lalu Bahri, S.Pd. dari Tuban, Dr. H. Sudirman, M.Pd. dari Penujak, Drs. H. Lalu Srijaya dan Lalu Diraka dari Sukarara, Tim Asah Makna dan Tim Asosiasi Tradisi Lisan NTB. Kegiatan rehab masjid ini juga merupakan forum silaturrahim masyarakat Pujut yang diharapkan dapat berkesinambungan sehingga masyarakat Pujut "jari segompoq" yang kental dan utuh.

Kamis, 27 September 2012

KRONIK

SHYMPHONI NUSANTARA :
PAMERAN ALAT MUSIK TRADISIONAL NUSANTARA
DI MUSEUM NEGERI NTB



Sabtu,  malam minggu 15 September 2012, Museum Negeri Nusa Tenggara Barat seakan sedang melakukan perhelatan bergaya Melayu. Musik gambus seakan memenuhi lorong-lorong antar bangunan Museum Negeri NTB yang berdesakan. Ada musik Cilokaq, gambus Rudat dan gambus olahan yang disiapkan untuk acara ini. Kenduri budaya ini ini dilaksanakan dalam rangka pembukaan Pameran Bersama Alat Musik Nusantara ke 3 tahun 2012.

Pameran Alat Musik Nusantara tahun 2012 di Museum Negeri Nusa Tenggara Barat merupakan kerjasama 28 Museum se Indonesia. Kegiatan yang baru digelar 3 kali di Indonesia, memiliki arti penting bagi Museum Negeri NTB khususnya dan bagi Permuseuman secara umum dalam rangka memberikan mengukuhkan eksisten Museum sebagai lembaga ilmiah, lembaga kebudayaan dan tujuan wisata yang mendidik. Pameran tahun ini mengambil tema Symphoni Nusantara dengan sub tema Dialog Budaya Tanpa Batas Ruang dan Etnisitas.

Tema dan Subtema ini mencoba mencitrakan kemajemukan Indonsia yang dalam proses sejarah panjang membangun membangun harmoni, damai berdampingan dan saling mengapresiasi eksistensi dan akhirnya dengan dialog interrelasi dan interdependensi yang tinggi melahirkan sebuah symphoni yang indah. Demikianlah layaknya bangsa Indosia dalam proses pengelolaan negara bangsa menuju kesejahteraan bersama. Dalam arus perjalanan zaman, alat musikpun bermetamorposis dengan peradaban sehingga melahirkan bentuk-bentuk alat musik baru dengan karakter nada yang tak berbeda yang merupakan wujud ekspresi dasar masyarakat Nusantara. Dengan pemikiran yang demikian, Katalog Pameran ini disajikan dalam bentuk tulisan kuratorial yang lebih mengarah kepada pendidikan kesadaran berbangsa, tidak dalam konteksi fungsi alat musik,  karena alat musik dalam hal ini tidak semata-mata dilihat sebagai instrumen yang melahirkan suatu ensambel musik, tetapi sebagaisuatu benda etnografis yang melahirkan suatu irama dalam aransemen sejarah. Demikian dikemukakan oleh Kepala Museum Negeri NTB dalam pengantar pameran.

Upacara pembukaan pameran dikemas dalam satu paket seni pertunjukan musik dan tari yang bernuansa melayu. Pra acara dan pengantar santap malam digelar kesenian cilokaq genre seni musik tradisi Sasak yang terdiri dari gambus, biola dan rebana sangat mirip dengan musik melayu pada umumnya. Pembawa acara melantunkan syair bergaya hikayat diirinyi biola dan suling. Acara pembukaan didukung oleh musisi indi terkemuka Ary Julian, Ki Dalang Rusmadi, Mamiq Wira, Made Julung dan tokoh musik mataram Mas Ipang. Pergelaran dilengkapi dengan performance pengantar pembukaan yang dikemas dengan lagu thala'al badru dengan koreorafer Lalu Suryadi Mulawarman S.Sn. 

Pameran yang dibuka oleh Asisten II Sekretariat Daerah Provinsi NTB atas nama Gubernur NTB akan berlangsung sampai dengan tanggal 30 September 2012


Senin, 24 September 2012

KEBUDAYAAN



CERITA RAKYAT DALAM TRADISI TULIS
( Antara Mitos, Persepsi dan Nilai )

H. L. Agus Fathurrahman

1
Mendifinisikan Cerita Rakyat tampaknya akan menjadi sangat beragam, tergantung pada perspektif yang digunakan untuk memberikan pemahaman kepada yang membutuhkan. Cerita  rakyat bisa didefinisikan sebagai bagian dari folklore suatu masyarakat, bisa dimaknai sebagai karya prosa lisan yang mengisahkan tentang sesuatu atau peristiwa atau sejenisnya. Dalam pelajaran-pelajaran sastra, cerita rakyat lazim digolongkan sebagai bacaan anak-anak. Kenyataan ini diperkuat dengan tampilannya dan bahkan dalam katalog-katalog penerbitan cerita rakyat digolongkan ke dalam kelompok bacaan anak-anak. Salah atau benar pandangan dan kondisi ini harus diikuti dengan alasan yang jelas dan ke arah mana sebenarnya kita berpihak.
Beberapa pernyataan  berikut mungkin akan menjadi pintu masuk untuk menunjukkan keberpihakan kita dalam konteks Cerita Rakyat ini. Mitos yang mengatakan bahwa cerita rakyat merupakan bacaan anak-anak, akan berimplikasi terhadap apresiasi kita terhadap karya itu. Mitos itu akan membatasi segmen pembaca, meringankan penyajian dan sekaligus mempertanyakan eksistensinya sebagai karya sastra. Demikian pula dari aspek fungsi yang dapat diemban menjadi sangat terbatas, hanya sebagai media penanaman nilai bagi anak-anak bahkan cenderung menjadi “dongeng sebelum tidur”. Dalam konteks ini, aspek-aspek filosofis yang dikandung cerita rakyat menjadi terabaikan walaupun mungkin sangat kaya. Ini peran transformasi pada cerita rakyat menjadi sangat terbatas.
Apakah Cerita Rakyat memang bacaan anak ?. Segmentasi pembaca berdasarkan usia tidak tergantung pada genre ceritanya. Bacaan anak yang dilekatkan pada cerita rakyat juga saat ini telah bergeser. Anak-anak akan memilih komik Jepang atau kisah-kisah petualangan seperti Harry Poter dari pada cerita rakyat. Artinya, mitos tentang cerita rakyat sebagai bacaan anak kini sudah terbantahkan. Ringan atau beratnya suatu karya juga tidak bisa dijustifikasi dengan genrenya. Cerita rakyat, novel pop atau kisah-kisah petualangan adalah karya sastra. Tetapi kalau kita hanya memahami karya sastra sebagai karya “sofisticated”, karya berat yang membuat pusing, maka cerita rakyat atau novel pop bukan karya sastra. Lalu dimana alamat kedua jenis tulisan itu atau bahkan bentuk-bentuk lain?. Pasti bukan artikel, bukan news, bukan reportase, bukan bacaan ilmiah, ...... lalu apa ? Memandang cerita rakyat juga harus jujur dan adil, ia lahir dari proses kreatif, menggunakan bahasa sebagai media, ada pesan yang disampaikan dan juga sarat dengan simbol-simbol. Artinya, masihkah kita akan mengatakan cerita rakyat dalam tradisi tulis bukan karya sastra ?
Secara sosial, cerita rakyat merupakan khazanah budaya yang memiliki fungsi dalam masyarakat pendukungnya dan juga mengemban tugas dan peran dalam proses pembangunan peradaban. Jika secara apriori kita berpegang pada mitos cerita rakyat sebagai bacaan anak-anak yang telah ditinggalkan, maka secara kultural masyarakat itu mengalami kerugian besar. Saat ini yang menjadi mitos di kalangan anak-anak adalah Dora Emon, Avatar, Harry Poter, dll yang berarti identifikasi mereka bukan lagi pada milik bangsanya. Mengapa ?, karena kita masih salah mengapresiasi cerita rakyat sehingga tidak berusaha melakukan transformasi dan mereformasinya sesuai dengan perkembangan peradaban.
Diskursus ringan seperti itu tentu saja tidak cukup menjadi modal untuk mendongkrak posisi cerita rakyat menjadi karya sastra tanpa ada usaha kongkrit dari para sastrawan dan pemilik / pendukung cerita rakyat itu. Untuk itu diperlukan upaya membongkar mitos tentang cerita rakyat dan menyajikan paradigma baru yang lebih prospektif. Upaya untuk mengembalikan “keseriusan” cerita rakyat sebagai karya sastra, mengembalikan fungsi transformasi yang diperkecil menjadi penanaman nilai tertentu, dan mengembangkan tema, alur, konteks dan tokoh sesuai dengan perkembangan peradaban. Dengan demikian cerita rakyat akan menjadi karya yang diapresiasi dengan benar sesuai dengan segmen pembacanya.

2

Memberi bobot pada Cerita Rakyat harus berani keluar dari mitos yang berkembang selama ini. Membangun paradigma baru yang menggugurkan generalisasi yang menyempitkan arti dan posisi cerita rakyat dalam kesusastraan. Tentu saja paradigma yang ditawarkan harus berangkat dari asumsi-asumsi yang dapat dikembangkan secara tekstual dan kontekstual. Secara tekstual, cerita rakyat harus menunjukkan karakteristik sastra yang kuat dan secara kontekstual merepresentasi latar, tokoh, filosofi dan nilai yang diemban. Dalam konteks ini, tidak bisa tidak harus dibangun dengan proses kreatif tersendiri dengan mengacu pada cerita rakyat yang berkembang dalam masyarakat pendukungnya. Permasalahannya adalah menciptakan sebuah karya “daur ulang” memiliki rambu-rambu yang mungkin lebih ketat di satu pihak dan dengan misi besar di pihak lain. Rambu-rambu dalam hal ini adalah keberterimaan kreativitas tersebut dalam masyarakat.
Jika kita berangkat dari misi besar untuk mengembalikan cerita rakyat sebagai karya sastra, tentu saja kita mulai dari menempatkan pembaca dengan benar, mengapresiasi pembaca dengan baik, tidak under estimeted . Dengan demikian kita dapat membangun konsep eksplorasi cerita rakyat secara lebih bebas, tentu dalam bingkai latar tradisi dan norma yang dianut masyarakat. Pada sisi lain misi besar tersebut harus berjalan dengan format dasar cerita rakyat yang dikreasikan, baik dalam alur, kontens, penokohan maupun seting ruangnya. Pada dasarnya cerita rakyat sebagai karya masa, telah memiliki kompleksitas yang sangat komprehensif hanya disajikan secara garis besar dan dengan format simbolik yang sangat sederhana. Disinilah ruang kreativitas penulis untuk mengembangkan gagasan yang lebih kontekstual dengan perkembangan peradaban masyarakat pendukungnya.
Dalam konteks masyarakat tradisi, cerita rakyat yang dieksplorasi harus tetap menjadi milik masyarakat tradisional dan bisa membangun semangat kebanggaan baru terhadap khasanah budayanya. Masyarakat menemukan dirinya dalam karya itu yang mewakili tradisionalitas sekaligus modernitasnya. Dengan kata lain, cerita rakyat yang dikesplorasi harus mampu mengemban fungsi transformatif  dalam mengembangkan peradaban masyarakat pendukungnya. Beberapa fungsi transformatif yang dapat dilakukan melalui eksplorasi cerita rakyat antara lain : (1) Memberikan cara pandang baru terhadap persoalan-persoalan “hitam – putih” dalam ceritera rakyat menjadi lebih kopleks (komplicated). (2) Menawarkan model-model alternatif permasalahan nilai dan norma tradisional dalam menghadapi peradaban. (3) Membebaskan masyarakat dari berbagai mitos tentang cerita rakyat yang berkembang, (4)  Menjadi media transformasi nilai dan transformasi budaya dalam membangun peradaban.
Fungsi-fungsi transformatif cerita rakyat seperti itu akan mengembalikan peran cerita rakyat sebagai karya sastra, dari fungsi penyampaian nilai moral menjadi lebih luas dan kompleks. Mengembalikan nilai filosofis yang menjadi salah satu karakter karya sastra yang dapat dianalisis dengan pisau analisis ilmu sastra atau kritik sastra dan alat-alat bantu lainnya. Membangun cerita rakyat menjadi karya sastra tidak hanya dengan mengantarkan nilai-nilai filosofis yang absurd, tetapi nilai filosofis yang berangkat dari simbol-simbol tradisi yang diyakini oleh masyarakat, dan menyajikan dalam konteks yang lebih komprehensif.
Sebagai bahan kajian, kita coba mengambil contoh fabel “tetontel-tontel” atau kisah persahabatan antara si kera dengan si kodok yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Sasak. Fabel ini menceriterakan tentang dua tokoh yaitu si kera yang bodoh dan malas, dan si kodok yang juga bodoh tetapi bekerja keras. Dalam kisah ini tidak ada tokoh alternatif sebagai penyeimbang dan sekaligus menggambarkan kedua tokoh hidup dalam satu sistem masyarakat yang terus menerus saling berinteraksi. Tema utamanya sangat sedehana yaitu usaha menanam yang dilakukan tanpa pengetahuan yang benar dan melahirkan kekonyolan yang membuat kisah ini menjadi komidi dengan tidak memperhatikan latar dan konteks secara lebih luas dalam kehidupan sosial. Dari  konteks ruang dan waktu, walau bersifat fabel dapat saja dikembangkan dalam suatu sistem dan proses sosial yang kompleks.  Dalam kasus ini mungkin kita dapat merujuk pada “Musyawarah Burung” yang ditulis oleh Fariduddin Attar.
Dengan pola eksplorasi fabel “tetontel-tontel” seperti yang dicontohkan di atas, walau dengan judul yang sama akan melahirkan kesan yang berbeda ketika keluar dari mitos cerita rakyat dan memasuki ruang kreativitas penulis. Karya itu akan menjadi karya sastra sufi atau karya sastra psikologi yang kuat. Mungkin masih banyak lagi contoh-contoh lain yang dapat dirujuk pada karya-karya sastra klasik yang universal dengan tetap memperhatikan aspek-aspek kontekstualnya. Katakanlah kisah “Lale Seruni” bisa dikaji pengembangannya dengan merujuk pada Romeo dan Yuliet, “Tedoyan Nede” atau “Balang Kesimbar” bisa dikembangkan dengan pendekatan yang digunakan dalam karya-karya Iwan Simatupang, dll.

3

Eksplorasi cerita rakyat pada dasarnya adalah untuk memperkaya cerita rakyat yang bersangkutan dan memperkuat eksistensinya sebagai karya sastra dalam satu kesatuan pragmatik, sintetik dan semantik. Atau dengan kata lain memperkuat cerita rakyat sebagai teks. Sebagai sebuah teks, cerita rakyat yang dieksplorasi tersebut kemudian harus memperhatikan konteksnya, sehingga harus pula dimaknai sebagai suatu pesan dalam sebuah komunikasi. Dengan demikian maka eksplorasi cerita rakyat sebagai karya sastra harus memperhatikan aspek-aspek pokok sebagai berikut :

1.      Sebagai  teks, harus mampu menunjukkan fungsi-fungsi pragmatik, sintetik dan semantik dalam membangun komunikasi dengan pembacanya. Secara pragmatik, karya ini harus mampu menggunakan bahasa sesuai dengan konteks sosial tertentu sehingga pembacanya dapat menangkap gagasannya secara utuh. Secara sintetik karya eksplorasi ini harus mampu menunjukkan kebertautan antar unsur dan sistem yang berproses dalam rancang bangun karya yang bersangkutan dan secara Semantik karya eksplorasi ini harus merujuk pada tema global aslinya.
2.      Sebagai khazanah budaya lokal cerita rakyat harus mengemban tugas transformasi karena cerite rakyat dalam konteks folklore berfungsi sebagai media transformasi nilai dan sekaligus budaya secara umum. Dalam hal ini kemampuan semantik seorang pengeksplorasi cerita rakyat harus memadai sehingga penggunaan simbol lokal tidak menjadikan karya itu karya lokal.
3.      Sebagai karya sastra teks cerita rakyat yang dieksplorasi menggunakan simbol-simbol  kontekstual khazanah budaya setempat. Dalam hal ini dapat merujuk pada istilah, penokohan, setting dan mungkin pula pola komunikasi simbolik yang umumnya digunakan dalam masyarakat tradisional.
4.      Pengembangan tema dan gagasan hendaknya tetap memperhatikan nilai yang diyakini, cara pandang serta logika masyarakat tradisional walaupun mungkin saja diperkaya dengan pola transformasi sesuai dengan konteksnya. Demikian pula dalam upaya pengembangan karakter tokoh yang diharapkan dapat memperkaya konflik sesuai dengan perkembangan peradaban.

Tentu saja masih banyak aspek lain dan pendekatan yang digunakan untuk mengaktualisasikan cerita rakyat dalam kekinian sehingga dapat mengemban fungsi dan peran sebagai sarana transformasi nilai dan membangun peradaban yang tetap mempertahankan aspek-aspek tradisionalitas. Akan lebih sempurna eksplorasi ceritera rakyat sebagai karya sastra jika secara utuh memahami kehadiran seluruh simbol di dalamnya sebagai sesuatu yang bermakna dan sarat nilai. Dalam hal ini banyak hal yang harus dipelajari dan dihayati oleh seorang Penulis yang berusaha mengeksplorasi cerita rakyat sebagai karya sastra yang “baru” – orisinal.

Pengembangan ceritera rakyat menjadi karya sastra baru merupakan suatu bentuk kreativitas yang juga dapat diapresiasi, dengan wawasan sastra maupun wawasan filologis. Disinilah kekayaan cerita rakyat yang dielaborasi, disamping kekayaan secara fungsional sebagai media transformasi nilai dan transformasi budaya. Hal ini berarti cerita rakyat yang dielaborasi juga memiliki kekayaan yang bersifat ilmiah.

Pola Analisis
Menganalisa karya sestra jenis ini memiliki keunikan karena memiliki multi dimensi yang komplek dan menggunakan alat analisis yang juga beragam. Dongeng, Cerita rakyat, Babad, dengan berbagai karakternya semula bertumpu pada analisis filologis, yang diperkuat dengan pendekatan semantik dan semiotika. Pendekatan Filologis