Pages

Kamis, 19 Juli 2012

PONDOK BUDAYA asah makna

PENGAJIAN TRANSFORMATIF


TUJUAN :
Masyarakat madani yang maju serta menegakkan nilai-nilai tauhid dan kemanusiaan,  berlandaskan  kearifan budaya.

Berdasarkan tujuan yang tersebut pada pasal 5 Statuta Asah Makna, ASAH MAKNA mengembangkan usaha sebagai berikut :
a.         Pendidikan berbasis tauhid, kemanusiaan dan budaya.
b.         Penguatan institusi masyarakat sebagai media pendidikan dan dakwah.
c.          Penelitian dan pengkajian Islam, sosial budaya yang menunjang usaha pendidikan dan peningkatan sumberdaya manusia  yang sesuai dengan ajaran Islam dan kearifan lokal.
d.         Pelayanan konsultasi publik untuk membantu masyarakat memahami permasalahan-permasalahan kemanusiaan dan keagamaan.

PENGAJIAN TRANSFORMATIF 
Salah bentuk kegiatan Persaudaraan Asah Makna sebagai penjabaran kegiatan Pendidikan berbasis tauhid, kemanusiaan dan budaya.

VISI 
“SASAK ISLAM RAHMATAN LIL ‘ALAMIN”

MISI
1.          Membangun kesadaran diri sebagai makhluk yang hanya bergantung kepada Allah Swt, dengan mengaktualisasikan seluruh sitem iman, islam dan ihsan sebagai upaya menebar rahmatan lil alamin
2.          Membangun kesadaran diri sebagai masyarakat budaya dengan mengaktualisasikan kebudayaan sejalan dengan iman, islam dan ihsan
3.          Membangun kesadaran masa depan dalam konteks peradaban maupun konteks iman
KAJIAN :
Kajian dalam Diskusi Pengajian Transformatif Asah Makna adalah kajian kehidupan dalam berbagai perspektif dengan tetap mengacu pada implementasi Iman, Islam dan Ihsan dengan pendekatan Kebudayaan atau Kajian Islam Kultural.
Kajian Islam Kultural dalam konteks ini adalah kajian Iman, Islam dan Ihsan secara komprehensif dengan pendekatan hikmah. Kajian seperti ini diharapkan akan melahirkan pemahaman yang holistik tentang aspek-aspek Iman, Islam dan Ihsan yang dikaitkan dengan kearifan tradisional dan pemahaman Islam Esoteris dalam masyarakat Sasak. Konsekuensi dari pola kajian seperti ini menyebabkan kajian harus disusun dengan pola tematis. Untuk itu perlu kesepakatan tentang pengelompokan tema-tema utama yang selanjutnya akan dijadikan sub-sub tema.

Kerangka dasar pengembangan kajian adalah sebagai berikut :
1.       Memahami diri dengan benar, sehingga dapat menempatkan diri dengan tepat, mengaktualisasikan diri secara maksimal  serta mengevaluasi diri dengan jujur untuk menuju kualitas Insan Kamil.
2.       Mengukuhkan keberadaan diri dalam konteks Iman, sebagai prasyarat untuk membangun motivasi Iman dalam aktualisasi dengan kesadaran kapasitas diri.
3.       Meningkatkan kualitas penghayatan dan pengamalan Islam sebagai cara hidup dan membangun peradaban sesuai dengan amanah yang dipegang.
4.       Mengaktualisasikan kesadaran kultural dalam kerangka Iman dan Islam dengan pendekatan hikmah dan Ihsan

METODOLOGI DAN SISTEMATIKA
Pembahasan dilaksanakan dalam bentuk diskusi terbuka dan mengalir. Nara sumber hanya berfungsi sebagai motivator untuk merangsang diskusi. Secara substansial  tidak ada sistematika tertentu dan juga tidak dibatasi pembahasan secara spesifik aspek Iman, Islam, Ihsan maupun aspek-aspek kulturalnya. Tidak pula ada pembatasan pembahasan pada aspek syariat, hakikat, sufisme atau kultural. Satu topik dapat mengembang kepada berbagai aspek dan berbagai perspektif. Tergantung pada penggalian oleh jamaah persaudaraan Asah Makna sendiri.
Kajian takhassus dapat dijadwalkan khusus bagi jamaah yang terpanggil untuk itu.

SEJARAH


KESADARAN SEJARAH DAN PEMAKNAANNYA :
Implikasi pendidikan sejarah bagi masyarakat
Renungan
Apakah kesadaran sejarah itu penting ?
Jawabannya sangat tergantung pada cara pandang kita tentang manfaat dan mudharatnya. Manfaat mudharat ini juga sangat tergantung pada batas-batas pemahaman tentang makna sejarah. Sebagaimana akar katanya, sejarah (dari bahasa Arab) syajarah yang berarti pohon, pemaknaan majas identifikatif yang menggambarkan pohon keluarga berpangkal, bercabang dan beranting. Dalam bahasa arab untuk menunjuk pada istilah yang mirip dengan sejarah dalam bahasa Indonesia dikenal kata tarikh. Pengertian tarikh menunjuk pada makna penentuan tanggal / titi mangsa suatu peristiwa besar dalam zharaf atau ruang dan waktu yang jelas. Istilah lain yang sejenis adalah history (Inggris), historia, histor, istor (Yunani) yang berarti penelitian / orang pintar.
Bangsa Arab memiliki paling tidak 2 alasan mengapa syajarah famili ini penting, pertama pertimbangan kehormatan keluarga, seseorang dihormati karena garis keturunannya. Kedua untuk menghindari perkawinan keluarga yang terlalu dekat yang sangat diyakini oleh bangsa arab akan menurunkan kualitas ketahanan fisik maupun mental dalam menghadapi tantangan alam yang demikian keras. Tarikh yang merujuk pada pencatatan peristiwa yang berkaitan dengan peristiwa besar dalam konteks ruang, waktu dan orang pada zamannya. Historia merujuk pada pemaknaan atau manfaat internal dan eksternal dari historiografi.
Dalam perkembangan peradaban saat ini, syajarah, tarikh, maupun history tampaknya lebih bermakna bagi para peminat studi sejarah (historian) dan bagi kajian-kajian historiografi. Masyarakat modern membangun kebanggaannya dengan sesuatu yang baru, peristiwa-peristiwa besar bergeser makna sebagai komoditas bisnis informasi dan sejarah (dalam pengertian Indonesia) menjadi alat untuk membangun citra kelompok penguasa dan kelompok-kelompok kekuasaan dalam beragam kepentingan. Bagi Indoesia, sejarah menjadi alat pemersatu bangsa.
Bagaimana kita memandang sejarah ?
Jawabannya sangat tergantung pada kecerdasan kita memandang kehidupan. Apakah hidup sebagai sesuatu yang linier mengalir dalam kausalitas yang niscaya ?, atau sebagai sebuah dinamika dalam sistem yang dapat direkayasa ?. Apakah kita berpegang pada mazhab garis nasab atau pada rekayasa zaman yang terus berubah secara kausalitas ?. Cara pandang inilah yang akan mewarnai kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah itulah yang kemudian akan menjawab apakah sejarah itu penting atau tidak.
Pandangan sejarah masyarakat kita saat ini dipengaruhi oleh dua karakter  informasi yaitu informasi yang ditulis dalam sejarah nasional. Informasi global yang menempatkan sebuah komunitas dalam  konstruksi Republik Indonesia dan informasi sejarah lokal yang membangun kebanggaan komunitas lokal. Keduanya masih menyimpan permasalahan yang terus menerus diperdebatkan oleh kalangan yang memiliki kesadaran sejarah. Penulisan sejarah Indonesia yang selalu berubah karena berbagai kepentingan dan penulisan sejarah lokal yang dibumbui mitologi,  pengkultusan dan orientasi kelompok yang cenderung menunjukkan keagungan nasab. Hal ini terjadi karena kepentingan keberpihakan sejarah dan keterjebakan dalam kesulitan membersihkan peristiwa dan tokoh sejarah dari mitologi dan kultus. Dalam kondisi demikian, sejarah menjadi tidak bermakna universal dan melahirkan interpretasi yang menyebabkan bias dalam membangun kesadaran sejarah.

Memaknai Sejarah.
Pilihan makna sejarah yang dianut dalam sistem bernegara dan bermasyarakat akan menentukan orientasi (penulisan dan pemanfaatan) sejarah suatu masyarakat. Secara lebih mendalam pilihan orientasi ini akan berpengaruh terhadap mentalitas suatu kelompok masyarakat. Jika sejarah dimaknai sebagai penggambaran kehidupan kolektif masa lalu, maka pengalaman kolektif itulah yang selanjutnya dijadikan acuan dalam menentukan identitasnya. Pengalaman kolektif itu disosialisasikan dan ditransformasi dari generasi ke generasi dan membangun kebanggaan kolektif disamping asal usul atau trah. Dengan pandangan ini maka untuk melacak dan merekonstruksi bangunan budaya suatu masyarakat harus dilacak dengan sejarah dini bahkan sampai ke mitologinya.
Dalam perkembangan peradaban, keseluruhan informasi tentang masa lalu suatu masyarakat sangat penting dalam merancang bangun arah pengembangan sosial dalam peradaban yang dijalaninya serta pencitraan komunitasnya. Namun satu hal yang harus dicatat dalam pemanfaatan informasi masa lalu adalah masih bercampur aduknya informasi faktual dengan mitos, legenda, saga dan berbagai bentuk folklor lain yang sangat bervariasi antar lokus. Dalam studi sejarah peradaban kedua aspek tersebut memiliki peran tersendiri memaknai sejarah dalam sebuah komunitas budaya. Keragaman informasi masa lalu kemudian menjadi bahan baku dalam histiografi yang melahirkan berbagai cabang sejarah secara substansial : sejarah politik, sejarah sosial, sejarah mentalitas, sejarah agraris, sejarah kebudayaan dan lain-lain.
Sejarah menjadi bermakna atau tidak sangat tergantung pada kemampuan seseorang untuk merumuskan makna itu. Secara intrinsik, sejarah merupakan salah satu metode untuk mengetahui masa lalu, sejarah sebagai ilmu, sejarah sebagai pernyataan pendapat dan sejarah sebagai profesi. Secara ekstrensik sejarah dapat berfungsi sebagai pendidikan moral, politik, penalaran, keindahan, perubahan, dan pendidikan masa depan. Disamping itu sejarah juga berfungsi sebagai latar belakang atau pendahulu historis suatu keadaan atau peristiwa, sebagai alat pembuktian dan sebagai rujukan.
Demikian banyak fungsi, makna dan manfaat sejarah dalam membangun peradaban dan sekaligus menata sistem ketahanan budaya manusia baik secara individu maupun secara sosial, tetapi sangat sedikit orang yang peduli dan memanfaatkan. Hal ini mungkin disebabkan karena penggunaan metode sejarah dalam ilmu-ilmu sosial maupun rancang bangun sosial harus menggunakan metode longitudinal yang cenderung kurang menarik dalam peradaban instan dan pragmatis saat ini. Memaknai sejarah dalam kehidupan akan membantu seseorang atau suatu komunitas untuk mengenal sejarah mentalitasnya, sejarah sosial, sejarah budaya dan sekaligus akan dapat dijadikan pertimbangan dalam rancang bangun peradabannya ke masa depan.

Kesadaran Sejarah
Jika kita memandang folklor dan mitologi sebagai dongeng atau sebagai alat gegoyonan yang menghibur, berarti kesadaran sejarah kita sangat rendah. Demikian pula jika kita menganggap peristiwa-peristiwa sejarah yang berkaitan dengan suatu tempat, suatu masa dan seseorang yang berujung pada kepercayaan mistis dan kultus, juga merupakan indikator kesadaran sejarah yang rendah. Pola kepercayaan mitis dan pandangan kultus merupakan bentuk pemaknaan sejarah secara tradisional dan tentu saja akan mengungkung masyarakat dalam stagnasi peradaban dalam arus deras modernitas. Munculnya pola kepercayaan dan cara pandang mitis dan kultus disebabkan karena kurangnya informasi dan referensi yang berkaitan dengan aspek-aspek historiografis seperti ruang, waktu, proses interaksi, konteks, tokoh dan lain-lain.
Kesadaran sejarah juga tidak diwakili dengan penguasaan tentang informasi-informasi masa lalu, atau penguasaan tentang peran tokoh-tokoh dalam peristiwa itu, tetapi kesadaran sejarah adalah kesadaran tentang proses dinamis masyarakat dalam dialektika ruang dan waktu yang terus berubah. Kesadaran sejarah yang demikian melahirkan pandangan kritis terhadap penisbian terhadap suatu kejadian dan tokoh masa lalu, dan membuka ruang diskusi untuk mempermasalahkan, melengkapi, meluruskan bahkan menolaknya sebagai suatu peristiwa sejarah.
Hanya dengan pandangan yang demikian sejarah dapat menjadi sumber pelajaran berharga bagi masyarakat. Kemampuan melihat hubungan dinamis antara kejadian-kejadian atau tokoh-tokoh masa lalu dalam dimensi ruang dan waktu (dengan metodologi tertentu) akan melahirkan suatu kerangka acuan yang absah untuk mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan aktual saat ini dan menghadapi masa depan. Para sejarawan mengasumsikan adanya hukum sejarah yang tetap dan tidak berubah jika faktor-faktor pembentuknya sama. Dengan kata lain, historiografi mengisyaratkan adanya gejala generalisasi dalam penarikan pelajaran. Tentu saja kondisi ini juga membutuhkan kritik materi dan kritik konteks yang lebih mendasar.
Menarik pelajaran dan hikmah dari kesadaran sejarah kalau merujuk pada konsep tarikh, yaitu suatu peristiwa yang terikat oleh zharaf (ruang dan waktu) menjadi sesuatu yang mengandung kenisbian yang bersifat idiomatik. Dengan demikian semakin jelas kita membedakan seorang nara sumber sejarah yang memahami seluk-beluk peristiwa sejarah dengan seorang yang memiliki kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah inilah yang menjadikan sejarah bermakna bagi masyarakat. Sejarah menjadi tidak tertelan zaman dan melahirkan mitos-kitis dan pengkultusan.

Mendidik Kesadaran Sejarah
Jika kita dihadapkan pada pertanyaan sederhana ”siapakah dirimu”, maka kita tidak bisa menjawab secara serta merta seperti jika ditanya di mana rumahmu. Pertanyaan itu bisa menjadi multi interpretasi dan membutuhkan penjelasan yang sangat panjang tentang masa lalu yang berkaitan dengan banyak aspek. Jawaban terhadap pertanyaan itu bisa memiliki konteks individu, keluarga, budaya dan bangsa yang masing masing memiliki keterkaitan dengan masa lalu. Ketika kita mulai mengabaikan masa lalu pada saat itu kita akan mulai kehilangan jejak yang akan digunakan untuk merekonstruksi ”jati diri” kita.
Mendidik kesadaran sejarah tidak saja berkaitan dengan upaya mentransfer informasi tentang masa lalu keluarga atau trah, masa lalu sebuah budaya atau perjalanan kebangsaan, tetapi lebih pada bagaimana seseorang memposisikan diri dalam mata rantai generasi dalam proses budaya. Posisi yang dimaksud dalam hal ini adalah peran dan fungsi seseorang atau suatu komunitas dalam proses sejarah menuju budaya yang bermartabat dengan segala aspeknya. Dalam konteks ini seseorang atau suatu generasi membutuhkan informasi tentang masa lalu yang jujur, transparan, dan disampaikan dengan kearifan.
Sejarah Nasional yang saat ini mulai berani diperdebatkan, harus diterima sebagai suatu kenyataan yang diakui kebenarannya pada zamannya, dan bermanfaat untuk mendukung suatu kepentingan pada zamannya. Sikap kritis terhadap penulisan sejarah saat ini disebabkan karena semakin banyaknya informasi pendukung yang dapat dijadikan bahan diskusi dan kritik intrinsik sejarah. Permasalahannya adalah siapa yang akan berfungsi arbitrase dalam kritalisasi sejarah menjadi sejarah yang jernih sebagai tempat bercermin.
Perekayasaan dan manipulasi alur sejarah akan melahirkan generasi dan kebudayaan yang ahistoris dan pada saatnya akan tersesat karena tidak mampu lagi menemukan salah satu mata rantai ke akar yang menghidupinya. Kondisi seperti ini tidak saja terjadi pada penulisan sejarah nasional, tetapi juga pada sejarah lokal. Dalam proses penyadaran sejarah, proses kesejarahan disajikan secara lengkap, dengan sistem periodisasi yang mempertimbangkan berbagai aspek secara komprehensif.
Dengan pola pemikiran historiografis tersebut, maka pendidikan kesadaran sejarah merupakan proses transformasi kesejarahan yang diaktualisasikan dalam proses pemikiran kritis yang konstruktif. Dalam aktualisasinya, ada beberapa pertimbangan strategis yang perlu mendapat perhatian antara lain :
1.    Tidak menempatkan sejarah sebagai nostalgia atau romantisme masa lalu atau pelarian dari tekanan realisme yang penuh masalah.
2.    Memahami sejarah sebagai kerangka perjalanan kausalitas antara masa lalu masa kini dan masa depan.
3.    Sejarah harus dipandang sebagai realitas yang terus menerus bergerak dan tidak berujung pada harapan-harapan yang a historis, seperti ratu adil dan sejenisnya.
4.    Sejarah harus disajikan sebagai materi penyadaran dengan obyektif dan tanpa ada kepentingan selain untuk keberlangsungan proses sejarah secara normal.
5.    Informasi sejarah harus rasional, memenuhi standar historiografi yang membebaskan subyeknya dari mitos dan kultus. Dengan kata lain, peninggalan dan bukti sejarah yang disajikan harus memenuhi persyaratan kritik intrinsik maupun ekstrinsik.
Dalam rangka transformasi kesejarahan dan membangun kesadaran sejarah, maka pendidikan sejarah harus dilaksanakan dengan menggunakan berbagai pendekatan dan media. Untuk itu memang harus melakukan perekayasaan sistem secara komprehensif karena ruang lingkup sejarah yang sangat luas dan kompleks. Pendidikan kesadaran sejarah tidak bisa terlepas dari sistem dokumentasi yang kuat dan kemampuan menggunakan dokumen dan bukti-bukti sejarah (ideofact, sociofact, artefact, dll) dengan cermat. Mungkin disinilah letak kelamahan kita, karena kita tidak memiliki sumberdaya manusia yang relevan seperti sejarawan, arkeolog, filolog, dan sejenisnya.
Kondisi pendidikan kesadaran sejarah saat ini yang paling mungkin dilakukan melalui institusi pendidikan, wisata sejarah, museum dan kearsipan. Untuk itu perlu dilakukan beberapa pembenahan penting seperti :
1.    Penulisan Sejarah Lokal dengan obyektif dan menggunakan metodologi serta pendekatan historiografi,
2.    Perekayasaan kurikulum sejarah yang mengutamakan kesadaran sejarah, bukan pada transfer informasi kesejarahan.
3.    Penataan dan pemeliharaan warisan budaya (situs dan benda cagar budaya) sebagai bukti sejarah dengan deskripsi yang rasional dan faktual.
4.    Peningkatan sumberdaya manusia tenaga kearsipan baik dalam bidang profesionalitas dan penguasaan substansi dan metode kesejarahan.
5.    Pembinaan guru sejarah, sumberdaya manusia yang bekerja pada bidang kesejarahan serta masyarakat sejarawan sebagai mitra dan jejaring kerja dalam pembinaan kesadaran sejarah masyarakat.
Pada akhirnya, kesadaran sejarah sangat dibutuhkan dalam rangka membangun bangsa yang maju, memiliki jati diri yang bermartabat. Dengan kesadaran sejarah ini masyarakat dapat mencatat akumulasi pengalaman sejarahnya masing-masing untuk membangun kebudayaan dan peradaban. Uupaya ini dalam kondisi masyarakat Indonesia dan NTB pada khususnya masih sangat memerlukan dukungan dari kebijakan pemerintah sebagai patron.
Semoga.
(H.L.Agus Fathurrahman)